Mengenalkan Buku pada Anak Lewat Buku The Very Hungry Caterpillar Bersama Kak Adistra
Mengajarkan anak mencintai buku bukanlah hal yang mudah. Perlu banyak upaya kreatif yang harus dilakukan orang tua untuk mengenalkan mereka pada buku.
Pada tahun baru kemarin (1 Januari 2021), grup Whatsapp TJI Community mengadakan book review bersama Kak Adistra Widyanie, founder @bubook.id dan alumni OWC #1. Book review kali ini berbeda dengan sebelumnya, karena tidak biasanya TJI mengadakan book review tentang buku anak. Namun, jika memang dari buku itu membuat Jannati berpikir kritis dan kreatif tentu hal ini tidak ada salahnya.
Buku anak ini berjudul The Very Hungry Caterpillar. Salah satu jenis buku klasik yang ditulis sekaligus diilustrasikan oleh Eric Carle sendiri. Dimana buku ini telah diterbitkan pada tahun 1969 dan memiliki skor di Goodreads 4,3/5.
Buku ini merupakan jenis boardbook dengan fitur halaman yang berlubang-lubang seperti bekas dimakan ulat. Sampul bukunya berwarna putih dengan karakter ulat berwarna bold.
Seperti buku anak pada umumnya, kisahnya amat simpel. Namun, jika ditelaah, buku anak sering kali memiliki pengajaran dan pembelajaran di dalamnya. Seperti di buku ini yang tanpa disadari juga memberikan pelajaran mengenal angka, hari, dan jenis-jenis makanan.
Kisahnya bermula pada hari Minggu saat si ulat kecil menetas dari telurnya. Ia yang kelaparan, mencoba berbagai macam makanan. Awalnya dia mencoba satu buah apel, lalu dua buah pir dan begitu seterusnya. Sampai pada hari Sabtu ia sudah memakan berbagai jenis makanan. Diceritakan bahwa makanan yang dimakannya tidak semua sehat. Ada es krim, kue cokelat dan beberapa makanan lain hingga membuatnya sakit perut.
Pada hari Minggu, ia kembali memakan makanan sehat, yaitu dedaunan. Daun ini bisa dianalogikan sebagai sayuran. Tak disangka, ia merasa lebih sehat. Akhirnya ia siap menjadi kepompong dan menjelma menjadi kupu-kupu yang cantik.
Tujuan Mengenalkan Buku pada Anak
Kak Adistra memilih mengenalkan buku sejak dini bukanlah agar anaknya belajar membaca. Namun, agar buah hatinya lebih mencintai buku. Karena itu, beliau memiliki goal untuk benar-benar mengenalkan buku sejak usia dini. Bahkan sebelum anaknya bisa duduk.
Pertimbangan inilah yang membuat Kak Adistra memilih buku durable (seperti boardbook yang tidak mudah robek dan rusak) serta eye catching.
The Very Hungry Caterpillar ini bisa dikatakan buku tahap tiga yang dikenalkan Kak Adistra pada anaknya. Buku tahap pertama merupakan buku yang hanya berisi kekontrasan warna. Buku tahap kedua merupakan buku bergambar dengan satu atau dua kata pernah halaman. Sementara buku tahap ketiga berisi cerita super sederhana.
Hingga sekarang, saat usia anak sulung Kak Adistra sudah 4,5 tahun, ia masih suka membacakan buku ini untuk anaknya. Bahkan sering kali anaknya ini juga menceritakan buku ini kepada adiknya.
Disinilah goal literasi Kak Adistra mulai terlihat taking shape. Bukan sekedar megajarkan anak membaca (karena kebetulan anak sulungnya ini belum bisa membaca), tetapi lebih kepada memahami konsep cerita, mencari benang merah, membuat kesimpulan dan menceritakannya kembali.
Lalu, bagaimana cara Kak Adistra membacakan buku berbahasa asing? Caranya adalah dengan membacakan satu kalimat dalam bahasa Inggris, kemudian menerjemahkannya. Bukan dengan mengartikannya per kata. Karena metode pembelajaran yang diinginkannya adalah anak mengerti, bukan hanya sekedar hafal vocabulary. Jannati juga bisa menyambangi laman Youtube nya di untuk melihat bagaimana cara beliau menyampaikan cerita dalam buku.
Dalam Youtube ini, Jannati akan tahu bahwa untuk memberikan pengertian cerita pada anak tak perlu memberikan arti yang 100% akurat. Asal anak mengerti, sehingga ia bisa mengkoreksi bahasa saja.
“Kalau anak tertarik nanti juga pasti nanya, kok arti dari kata-kata khusus,” ujar Kak Adistra menambahkan.
Trik Memilih Buku untuk Anak
Tentunya Jannati tahu, bahwa tidak semua buku bisa dinikmati si kecil. Selain isi di dalamnya, Jannati juga harus memperhatikan bahan dan warna sebuah buku.
Seperti Kak Adistra yang memilih boardbook berbahasa asing. Hal ini bukan tanpa sebab. Namun, saat anak sulung Kak Adistra lahir, beliau belum menemukan banyak pilihan boardbook berbahasa Indonesia yang berkualitas. Saat itu, hanya ada buku terbitan indie Rabbit Hole saja. Oleh karena itu, ia memilih untuk membeli boardbook dalam Bahasa Inggris bahkan Turki.
Namun, Jannati tak perlu risau. Karena saat ini sudah banyak boardbook buku anak lokal seperti Cican dan Naura (Seri Anak Hebat).
Menurut Kak Prita HW, founder TJI yang ikut memberi feedback, boardbook berbahasa asing, tidak hanya bagus secara cerita dan ilustrasi. Namun, juga memberikan interaksi pada anak-anak. Seperti adanya bagian yang berlubang, muncul gambar saat disorot senter, dan lainnya. Tentu hal ini akan membuat anak lebih betah dan fokus dengan buku yang Jannati berikan.
Untuk warna, bayi lebih cocok diberikan contrast book. Yakni buku dengan warna benar-benar kontras. Bukan yang banyak warna karena mereka belum bisa melihat. Bagi mereka, warna yang terlalu banyak hanya terlihat seperti grayscale saja.
“Tapi inget, monkey see monkey do. Anak-anak akan lebih mencintai buku kalau lihat orang tuanya juga mencintai buku. Mulai dari buku yang disuka aja dulu. Bahkan buku anak-anak atau majalah. Yang pasti, mereka melihat kita membaca buku,” kata Kak Adistya menutup sesi book review-nya.
Kontributor : Alan Zakiya
0 komentar :
Posting Komentar